KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
I. Tujuan dan Prinsip Percobaan
A. Tujuan Praktikum
a. Dapat mengetahui dan memahami tehnik pemisahan dengan metode kromatografi lapis tipis.
b.
Dapat melakukan pemisahan logam – logam Pb2+, Ag+, Mn2+, Hg2 atau
protein/ karbohidrat dalam campuran larutan dengan tehnik kromatografi
lapis tipis.
Dapat menentukan Rf komponen – komponen yang dipisahkan dan mengidentifikasi zat yang dipisahkan
B. Prinsip Percobaan
Pemisahan
dengan tehnik kromatografi lapis tipis didasarkan pada adsorpsi
larutan (fase gerak atau eluennya) terhadap adsorbens yang di gunakan,
dimana Adsorbens dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai
penunjang fase diamnya.
II. Teori
Kromatografi
lapis tipis (KLT) adalah suatu tehnik yang sederhana dan banyak
digunakan. Metode ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastik
yang ditutupi penyerap untuk lapisan tipis dan kering bentuk silika gel,
alomina, selulosa dan polianida. Untuk menotolkan larutan cuplikan pada
lempeng kaca, pada dasarnya dgunakan mikro pipet/ pipa kapiler. Setelah
itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengulsi di dalam
wadah yang tertutup (Chamber) (Rudi, 2010)
Pemisahan campuran dengan cara
kromatografi didasarkan pada perbedaan kecepatan merambat antara
partikel-partikel zat yang bercampur pada medium tertentu. Dalam
kehidupan sehari-hari pemisahan secara kromatografi dapat kita temui
pada rembesan air pada dinding yang menghasilkan garis-garis dengan
jarak ternentu.
Tinta hitam merupakan campuran
beberapa warna. Kita dapat memisahkan campuran warna tersebut dengan
cara kromatografi. Pemisahan warna tinta dapat dilakukan seperti pada
Gambar 18, dengan tahap-tahap sebagai berikut:
- Tinta diteteskan pada ujung kertas saring (1,5 cm dari ujung)
- Tinta dibiarkan hingga mengering
- Ujung kertas saring dimasukkan dalam air sedalam 1 cm dan kertas saring dipasang tegak
- Air akan merambat naik
- Tinta akan ikut merambat naik dan memisah menjadi beberapa
Warna ( Sukarmin , 2004)
Kromatografi adalah Suatu metoda
untuk separasi yang menyangkut komponen suatu contoh di mana komponen
dibagi-bagikan antara dua tahap, salah satu yang mana adalah keperluan
selagi gerak yang lain . Di dalam gas chromatography adalah gas
mengangsur suatu cairan atau tahap keperluan padat. Di dalam cairan
chromatography adalah campuran cairan pindah gerakkan melalui cairan
yang lain , suatu padat, atau suatu 'gel' agar. Mekanisme separasi
komponen mungkin adalah adsorpsi, daya larut diferensial, ion-exchange,
penyebaran/perembesan, atau mekanisme lain (David. 2001)
adsorpsi Chromatography telah
membantu untuk menandai komposisi kelompok minyak mentah dan produk
hidrokarbon sejak permulaan abad ini. Jenis dan sanak keluarga jumlah
kelas hidrokarbon tertentu di (dalam) acuan/matriks dapat telah a efek
dalam pada atas pencapaian dan mutu dari produk hidrokarbon dan dua
orang metoda test standard telah digunakan sebagian besar dari tahun ke
tahun ( ASTM D2007, ASTM D4124). adsorpsi indikator Yang berpijar (
FIA) metoda ( ASTM D1319) telah melayani untuk di atas 30 tahun sebagai
metoda pejabat dari minyak tanah industri untuk mengukur yang
mengandung parafin, olefinic, dan isi bahan bakar pancaran dan bensin
berbau harum. Teknik terdiri dari dalam pemindahan a mencicip di bawah
iso-propanol memaksa melalui suatu kolom tanah kerikil 'gel' agar-agar
ramai; sesak di (dalam) kehadiran tentang indikator berpijar
dikhususkan untuk masing-masing keluarga hidrokarbon. Di samping
penggunaan tersebar luas nya, adsorpsi indikator berpijar mempunyai
banyak ( Speight, 2006)
Penentuan jumlah komponen
senyawa dapat dideteksi dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan
menggunakan plat KLT yang sudah siap pakai. Terjadinya pemisahan
komponen-komponen pada KLT dengan Rf tertentu dapat dijadikan sebagai
panduan untuk memisahkan komponen kimia tersebut dengan menggunakan
kolom kromatografi dan sebagai fasa diam dapat digunakan silika gel dan
eluen yang digunakan berdasarkan basil yang diperoleh dari KLT dan akan
lebih baik kalau kepolaraan eluen pada kolom kromatografi sedikit
dibawah kepolaran eluen pada KLT (Lenny, 2006)
Pada hakekatnya KLT merupakan
metoda kromatografi cair yang melibatkan dua fasa yaitu fasa diam dan
fasa gerak. Fasa geraknya berupa campuran pelarut pengembang dan fasa
diamnya dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan
penyerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi sebagai penyangga
untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair). Fasa diam pada KLT
sering disebut penyerap walaupun berfungsi sebagai penyangga untuk zat
cair di dalam sistem kromatografi cair-cair. Hampir segala macam serbuk
dapat dipakai sebagai penyerap pada KLT, contohnya silika gel (asam
silikat), alumina (aluminium oksida), kiselgur (tanah diatomae) dan
selulosa. Silika gel merupakan penyerap paling banyak dipakai dalam KLT
(Iskandar, 2007)
III. Metode Praktikum
A. Alat dan bahan yang digunakan
Alat alat yang digunakan pada praktikum ini adalah
a. Cahmber 2 buah
b. Plat KLT
c. Slinder Kaca
d. Pipet volume 25 mL
e. Pipet Tetes
f. Penotol 3 batang
g. Filler atau Sprayer
h. Mistar
i. Pensil
j. Benang
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah
a. Untuk Pemisahan ion Logam
Cuplikan yang mengandung ion –ion Pb2+, Mn2+, Hg2+
Larutan standar dalam bentuk klorida: Pb2+, Ag+, Mn2+, Hg2 (4 mg/mL)
Fase
gerak (campuran Etil aseto asetat 10% + Butanol 75% + aquades 15% +
asam asetat glacial sampai pH 3,5 – 5 atau Piridin + aquades (10:1).
Penampak noda larutan K2CrO4 1 M (dielusi ulang)
b. Untuk Pemisahan Karbohidrat
Cuplikan yang mengandung campuran karbohidrat (glukosa, fruktosa, laktosa, dan sukrosa)
Larutan standar karbohidrat yang akan dipisahkan masing –masing dengan konsentrasi 4 mg/mL
Larutan penampak: asam sulfat 10% (disemprot)
Larutan eluen, campuran aseton + air (9:1)
C. Pembahasan
Analisis kuantitatif dengan KLT
ada dua macam. Yang pertama noda cuplikan setelah dikembangkan diukur
langsung luasnya atau kerapatannya (density). Secara manual atau
menggunakan alat – alat yang disebut densitometer. Tehnik ini disebut
evaluasi ’“in one”. Luas atau kerapatan noda dibandingkan dengan
kerapatan noda senyawa standar yang telah diketahui konsentrasinya. Cara
yang kedua, noda diambil dengan cara dikerok atau diisap dengan suatu
alat kemudian dilarutkan dalam suatu pelarut dan larutan terakhir
diamati dengan spectrometer UV – vis atau ditimbang (gravimetric)
setelah pelarut diuapkan. Cara gravimetric hanya dapat dilakukan apabila
jumlah cuplikan cukup besar. Cara ini tidak membutuhkan standar
pembanding.
Pada percobaan ini, tehnik
kromatografi lapis tipis yang digunakan adalah suatu plat tipis
(aluminium) yang berfungsinya untuk tempat berjalannya adsorbens
sehingga proses migrasi analit oleh solventnya bisa berjalan. Hal ini
Inilah yang membedakan antara kromatografi kertas dengan kromatografi
lapis tipis. Yang dimana pada KLT menggunakan plat tipis sedangkan pada
KK menggunakan kertas (lapisan selulosa) sehingga proses elusinya lebih
lama (kira – kira 10 – 20 menit lebih lama dari KLT). Perbedaan lainnya
dari kedua kromatografi tersebut adalah pembentukan noda pada
adsorbensnya dimana pada KLT noda yang dihasilkan lebih tajam
dibandingkan noda yang nampak dalam KK. Hal ini disebabkan pada KK
penyusun dari adsorbens berupa selulosa yang dapat mengikat air,
sehingga ketika dielusi dengan suatu pelarut atau fase gerak maka noda
yang dihasilkan mengalami penyebaran akibat terdapatnya gugus –OH dalam
adsorbens yang masih tertingal dalam fase diamnya sehingga penampakan
nodanya terlihat lebih pudar dan bentuk nodanya tidak bulat. Sedangkan
dalam KLT adsorbens yang digunakan berupa slika gel (SiO2) yang tidak
mengikat molekul air, sehingga noda yang tercipta lebih terfokus dan
tajam.
Pada percobaan ini, adsorbens
yang digunakan bukan slika gel tetapi justru selulosa yang dilapisi plat
tipis (aluminuium). Dimana sifat adsorbens selulosa pada KLT mempunyai
sifat sebagai penukar ion, sehingga keadaan ini akan berdampak pada
penampakan noda yang nantinya akan diamati dalam KLT ini, dimana ion –
ion dalam sample dipertukarkan sehingga penentuan komponen yang terpisah
akan sulit di tentukan. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab
sampai tidak munculnya warna noda pada KLT dalam percobaan ini.
Sedangkan faktor penyebab lainnya disebut dengan faktor yang
mempengaruhi nilai Rf pada KLT seperti kualitas adsorben, ketebalan
lapisan, kejenuhan ruang kromatografi, tehnik pengembangan (elusi),
suhu, dan kualitas pelarut.
Penentuan nilai Rf suatu
standar analit pada KLT pada dasarnya sama dengan penentuan nilai Rf
dalam KK, dimana nilai Rf ditentukan dengan membandingkan jarak noda
yang dihasilkan dari migrasi solvent/ pelarutnya dengan jarak sample/
standar. Nilai Rf menyatakan ukuran daya pisah suatu zat dengan
kromatografi planar (KK mapun KLT), dimana jika nilai Rfnya besar
berarti daya pisah zat yang dilakukan solvent (eluenya) maksimum
sedangkan jika nilai Rfnya kecil berarti daya pisah zat yang dilakukan
solvent (eluenya) minimum. Tidak munculnya noda dalam percobaan kali ini
dapat disebabkan oleh faktor – faktor yang mempengaruhi nilai Rf
seperti diatas, akan tetapi ada juga kemungkinan lain misalnya noda yang
tidak nampak, sehingga untuk menampakkan noda tersebut harus
direaksikan dengan reagen penampak warna berupa ion logam transisi untuk
membentuk kompleks, karena salah satu ciri senyawa kompleks adalah
berwarna akibat adanya bilangan koordinasi dari atom pusatnya. Adapun
untuk identifikasi dan deteksi zat setelah terbentuknya noda dilakukan
dengan beberapa cara misalnya; planimetri, densitometri,
spektrofotometri, dan fluorensis, dimana masing – masing alat tersebut
memeliki kelebihan dan kekurangan yang jika dijabarkan akan lebih
panjang dan rumit karena dihubungkan dengan proses penggunaanya.
Pada percobaan ini, didapatkan
nilai Rf yang berbeda-beda dari tiap analit. Pada penentuan nilai Rf
pada ion logam, secara berturut-turut nilai Rf dari Pb2+, Mn2+, Hg2+,
dan campuran adalah 0,87 , 0,84 , 0,82 , dan 0,88. Sedangkan pada
penentuan nilai Rf dari karbohidrat yakni pada glukosa didapatkan nilai
Rf sebesarm0,81
V. Simpulan
Berdasarkan
hasil pengamatan dan pembahasan dari percobaan diatas, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut yakni Tehnik pemisahan dengan kromatografi
lapis tipis merupakan tehnik pemisahan kromatografi planar dimana zat –
zat dipisahkan berdasarkan perbedaan migrasi solute/ zat terlarut
antara dua fase (fase gerak dan fase diamnya). Dimana fase diamnya/
adsorbensnya dilapisi dengan plat tipis (aluminium) sebagai penunjang
adsorbennya dan nilai Rf yang didapatkan adalah nilai Rf dari Pb2+,
Mn2+, Hg2+, dan campuran adalah 0,87 , 0,84 , 0,82 , dan 0,88.
Sedangkan pada penentuan nilai Rf dari karbohidrat yakni pada glukosa
didapatkan nilai Rf sebesarm0,81.
Daftar Pustaka
Iskandar,
Yusuf. 2007. Karakteristik Zat Metabolit Sekunder Dalam Ekstrak Bunga
Krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) Sebagai Bahan Pembuatan
Biopestisida.FMIPA. Semarang
Lide, David. 2001. Handbook of Chemistry And Physic. Copyright CRC Press LLC
Rudi,L. 2010. Penuntun Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Universitas Haluoleo. Kendari
Sofia, Lenny. 2006. Isolasi dan
Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama Puding Merah dengan Metoda Uji
Brine Shrimp. USU Repository. Sumatera Utara
Speight, James. G. 2006. The Chemistry and Technology of Petroleum. Taylor & Francis Group, LLC.
Sukarmin. 2004. Materi dan
Perubahannya. Direktorat Pendidikan Menegah Kejuruan. Direktorat Jendral
Dasar dan Menegah. Departemen Pendidik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar